Selasa, 22 Desember 2009

DAMPAK INTERNET PADA KEHIDUPAN MASYARAKAT

Penggunaan internet yang semakin luas dikalangan masyarakat dan penggunaannya yang semakin mudah telah menjadikan internet sebagai trend gaya hidup dikalangan masyarakat. Semakin cangguhnya fasilatas pada mobile phone (HP), menjadi salah satu penyebabnya. Kini dengan menggunakan HP,seseorang bisa mengakses internet dimanapun dan kapanpun. Bahkan sebelum dan sesudah bangun tidurpun ada orang yang tidak nyaman jika belum mengakses internet..
Tentu saja penggunaan internet yang semakin meluas mempunyai dampak tertentu dikalangan masyarakat. Pada artikel ini penulis mencoba menguraikan dampak-dampak penggunaan internet, baik dampak positif maupun dampak negatifnya.
Pada artikel ini penulis mencoba menguraikan dampak-dampak penggunaan internet, baik dampak positif maupun dampak negatifnya.

Dampak Internet Dari Segi Sosial-Budaya

Dampak Postif
1. Dapat mengetahui kebudayaan-kebudayaan bangsa lain tanpa harus pergi ke negara tersebut, sehingga dapat dibandingkan ragam kebudayaan antarnegara, bahkan dapat terjadi adanya akulturasi budaya yang akan semakin memperkaya kebudayaan bangsa. Dengan memperbandingkan itu pula kalian dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan budaya Indonesia bila dibandingkan dengan kebudayaan bangsa-bangsa lain.
2. Ragam kebudayaan dan kekayaan alam negara Indonesia lebih dikenal dunia; dulu mungkin masyarakat Eropa hanya mengenal Bali sebagai objek wisata di Indonesia. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi terutama internet, masyarakat Eropa mulai mengenal keindahan alam Danau Toba di Sumatra Utara, panorama Taman Laut Bunaken di Sulawesi Utara, keaslian alam Perairan Raja Ampat di Papua, kelembutan tari Bedoyo Ketawang dari Solo (Jawa Tengah), keanggunan tari Persembahan dari Sumatra Barat, atau kemeriahan tari Perang dari suku Nias di Sumatra Utara.

Dampak negatif
1. Dapat mengancam kebiasaan bersosialisasi maupun silaturahmi yang menjadi kultur bangsa Indonesia. Walaupun para user terlibat silaturahmi secara maya namun kesan hidup individualistis sulit dihindari karena para generasi internet lebih banyak menghabiskan waktunya menjelajahi dunia maya.
2. Dengan kemampuan penyampaian informasi yang dimiliki internet maka pornografi pun merajalela. Di internet terdapat banyak sekali gambar pornografi dan kekerasan yang bisa mengakibatkan dorongan kepada seseorang untuk bertindak kriminal.

Sumber: www.crayonpedia.org, osum.sun.com

Senin, 14 Desember 2009

Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosional (EQ) dan Kecerdasan Spiritual (SQ)

1. Kecerdasan Intelektual (IQ)

Kecerdasan ini ditemukan pada sekitar tahun 1912 oleh William Stern. Digunakan sebagai pengukur kualitas seseorang pada masanya saat itu, dan ternyata masih juga di Indonesia saat ini. Bahkan untuk masuk ke militer pada saat itu, IQ lah yang menentukan tingkat keberhasilan dalam penerimaan masuk ke militer.

Kecerdasan ini terletak di otak bagian Cortex (kulit otak). Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan yang memberikan kita kemampuan untuk berhitung, bernalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi. Atau lebih tepatnya diungkapkan oleh para pakar psikologis dengan “What I Think“.

2. Kecerdasan Emosional (EQ)

Mulai menjadi trend pada akhir abda 20. Kecerdasan ini di otak berada pada otak belakang manusia. Kecerdasan ini memang tidak mempunya ukuran pasti seperti IQ, namun kita bisa merasakan kualitas keberadaannya dalam diri seseorang. Oleh karena itu EQ lebih tepat diukur dengan feeling.

Kecerdasan emosional digambarkan sebagai kemampuan untuk memahami suatu kondisi perasaan seseorang, bisa terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Banyak orang yang salah memposisikan kecerdasan Emosional ini di bawah kecerdasan intelektual. Tetapi, penelitian mengatakan bahwa kecerdasan ini lebih menentukan kesuksesan seseorang dibandingkan dengan kecerdasan sosial. Kecerdasan ini lebih tepat diungkapkan dengan “What I feel”

3. Kecerdasan Spiritual (SQ)

Pertama kali digagas oleh Danar Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford University. Dikatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.

Kecerdasan ini terletak dalam suatu titik yang disebut dengan God Spot. Mulai populer pada awal abad 21. Melalui kepopulerannya yang diangkat oleh Danar Zohar dalam bukunya Spiritual Capital dan berbagai tulisan seperti The Binding Problem karya Wolf Singer.

Kecerdasan inilah yang menurut para pakar sebagai penentu kesuksesan seseorang. Kecerdasan ini menjawab berbagai macam pertanyaan dasar dalam diri manusia. Kecerdasan ini menjawab dan mengungkapkan tentang jati diri seseorang, “Who I am“. Siapa saya? Untuk apa saya diciptakan?

Bagaimana Kecerdasan Intelektual (IQ) Saja Tanpa Kecerdasan Emosional (EQ)?

Sahabatku, banyak di dunia ini hanya diukur dari kecerdasan IQ saja. Padahal menurut penelitian para pakar, kecerdasan IQ hanya menyumbang 5% (maksimal 10%) dalam kesuksesan seseorang. Mulai dari kita belajar di Sekolah Dasar dari sistem NEM sampai kuliah dengan sistem IPK. Bahkan tidak jarang banyak perusahaan yang merekrut seseorang berdasarkan dari test IQ saja.

Seperti apa IQ tanpa EQ? Coba kita pahami melalui kisah berikut

Eki memang tidak terlalu pintar dalam mata kuliah statistik. Entah kenapa pelajaran ini terasa berat dan susah ‘nyantol’ di otaknya. Di semester kemaren dia mendapatkan nilai D untuk pelajaran ini. Namun Eki tidak putus asa, semester berikutnya dia mencoba lagi. Berbagai ramuan penahan rasa kantuk dia minum hampir setiap malamnya hanya untuk menjadi teman penahan agar tetap melek dan konsen dalam belajar. Akhirnya masa akhir semester pun tiba, dan kini dia mendapatkan nilai B. Betapa senangnya Eki ketika itu, rasanya ingin dia memberikan bingkai figura daftar nilai B tersebut dan memasangnya di kamar untuk jadi kenangan sampai akhir hidup.

Di saat kesenangannya itu dia bercerita kepada Iko salah satu seorang temannya. “Ko akhirnya statistik ku dapet nilai B“, ujar Eki dengan hebohnya bagai mendapatkan durian runtuh.

“Ah baru dapat nilai B saja udah seneng, aku yang dapet A aja biasa-biasa aja“, sahut Iko. Iko memang terkenal pintar di kelasnya. Tak pernah luput darinya rangking 3 besar semenjak SD.

Eki yang saat itu sedang berbinar-binar tiba-tiba langsung menciut hatinya ketika mendegar komentar dari Iko. Bagaikan kompor yang sedang menyulut tinggi tiba-tiba padam karena tersiram air.

Coba kita lihat bagaimana sikap yang ditunjukkan oleh Iko. Memang dia pintar, tetapi tidak mampu memahami perasaan yang dialami oleh Eko. Banyak orang di dunia ini yang pintar namun tidak mampu berkomunikasi secara perasaan kepada orang lain. Bagaikan paku yang pernah dihujam ke sebatang kayu, walaupun bisa dicopot kembali namun lubang itu akan masih tetap ada.

Sekarang kita lihat bagaimana EQ bekerja terhadap situasi seperti ini

“Hi, kenapa kamu terlihat sedih hari ini Ki?” sapa Intan begitu masuk ke kelas.

“Yah, aku cuman dapet nilai B dalam statistik” ujar Eki dengan nada lesu karena habis terciutkan oleh perkataan si Iko.

“Wow hebat donk, kamu ngulang lagi kan kemaren gara-gara dapet D. Bagus donk sekarang dapet B“, hibur Intan kepada Eki.

“Iya, tapi si Iko dapet A dan begitu aku cerita kepadanya….“

“Yaah… kamu tau sendiri kan si Iko orangnya gimana? Tak perlu risau, udahlah jangan kau masukkan ke dalam hati omongan dia. Aku tahu koq perjuangan kamu, kamu udah berusaha giat untuk mengejar nilai ini. Dan ingat tidak bahkan hampir setiap minggu kamu bertanya kepada orang tentang pelajaran ini yang gak kamu ngerti. Malah aku salut ngelihat mahasiswa kayak kamu Ki” ujar Intan membanggakan Eki.

Dan senyuman Eki mulai terlihat di bibirnya.

Begitulah EQ itu bekerja dan mampu memberikan kesuksesan dalam diri kita. EQ dan komunikasinya yang baik mampu memberikan apresiasi ke dalam diri sendiri dan orang lain seperti yang dilakukan Intan. Walau Intan sebenarnya juga tidak kalah pintarnya dalam pelajaran dibandingkan Iko, namun dia juga pintar memahami perasaan orang lain. EQ membantu kita menjadi seseorang yang sukses dalam bersosial dan berkehidupan.

Bagaimana Kecerdasan Intelektual (IQ) dan Kecerdasan Emosional (EQ) Tanpa Kecerdasan Spiritual (SQ)?

Kita sudah paham apa itu IQ dan EQ serta bagaimana keduanya apabila bekerja bersinergi. Namun apabila kedua kecerdasan tersebut tidak disinergikan dengan SQ maka akan berakibat fatal. SQ sendiri bukanlah untuk menjadi “ahli pertapa”, duduk termenung dan diam menikmati indahnya spiritualitas.

Seperti apa punya IQ dan EQ tanpa SQ?

Banyak orang cakap dan pintar di dunia ini, salah satunya adalah Hittler. Kita semua mengenal Hittler sebagai pemimpin yang handal. Mampu mempengaruhi sebagian belahan dunia untuk berada di dalam kekuasaannya. Perlu diketahui pula, hittler termasuk salah seorang pempimpin yang hebat dalam hal IQ dan EQ. Buktinya dia mampu dielu-elukan oleh para pengikutnya. Bahkan ada sebuah statemen yang berasal dari dia, “Seribu kebohongan akan menjadi satu kebenaran“.

Namun dibalik kejayaannya, dia mempunyai niatan yang buruk. Tujuan yang tidak mulia. Itulah gambaran cakap IQ dan EQ namun tanpa SQ, tidak menyadari makna/value dalam diri serta siapa dirinya dan untuk apa dirinya diciptakan.

Contoh lain adalah, Yakuza. Kita mengenal berbagai bentuk sindikat di dunia. Kalau di Itali ada namanya mafia, di Jepang dikenal dengan Yakuza. Sebuah sindikasi Yakuza terdiri dari orang-orang yang hebat dan solid. Mereka memiliki kemampuan berbisnis dan berorganisasi dengan cakap. Kultur mereka mempunyai semangat juang yang tinggi, loyalitas yang hebat, serta solidaritas yang kuat. Namun jeleknya tujuan mereka (pemaknaan/value) bukan pada tujuan yang mulia. Bahkan apabila mereka melakukan kesalahan yang mengakibatkan membahayakan temannya, mereka harus memotong jari mereka.

Bagaimana di Indonesia? Tentu saja di Indonesia terdapat banyak orang pintar dan cakap (dan saya sangat yakin itu). Tetapi banyak yang berakhlak dan bermoral buruk. Bagaimana dengan koruptor? Tentu saja menjadi seorang koruptor harus memiliki EQ dan IQ yang baik. Dia cerdas dan harus jago berstrategi. Jago bernegosiasi, berkomunikasi, dan mampu merebut hati orang untuk mau diajak berspekulasi dan berkompromi dengannya. Semangat juang tinggi? Tentu, mereka nampak selalu prima dan percaya diri. Namun akhlak dan moralnya? Masih bobrok. Itulah cakap IQ dan EQ namun tidak memiliki SQ.

Bahkan menurut sebuah penelitian, kunci terbesar seseorang adalah dalam EQ yang dijiwai dengan SQ. Banyak seseorang yang diPHK dari pekerjaannya bukan karena mereka tidak pintar, bukan karena mereka tidak pintar mengoperasikan sesuatu, bahkan bukan karena ketidak mampuannya berkomunikasi. Tetapi karena tidak memiliki integritas. Tidak jujur dan tidak bertanggung jawab.

Inilah gambaran bagaimana SQ masih belum bekerja di banyak sistem di bumi ini.

IQ digambarkan sebagai “What I think?“, EQ “What I Feel”, dan SQ adalah kemampuan menjawab “Who I am“. Siapa saya? Dan untuk apa saya diciptakan. Tuhan Maha Adil, sebenarnya kita memiliki semua kecerdasan ini tetapi tidak pernah kita asah bahkan kita munculkan. Untuk menjadi seorang pribadi yang sukses kita harus mampu menggabungkan dan mensinergikan IQ, EQ, dan SQ. Ilmu tanpa hati adalah buta, sedangkan ilmu tanpa hati dan jiwa adalah hampa. Ilmu, hati, dan jiwa yang bersinergi itulah yang memberikan makna.

Sumber: sekolah-dasar.blogspot.com

Rabu, 09 Desember 2009

Nilai Sosial

Pengertian

Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Woods mendefinisikan nilai sosial sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai. Contoh, masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih menyukai persaingan karena dalam persaingan akan muncul pembaharuan-pembaharuan. Sementara pada masyarakat tradisional lebih cenderung menghindari persaingan karena dalam persaingan akan mengganggu keharmonisan dan tradisi yang turun-temurun.

Drs. Suparto mengemukakan bahwa nilai-nilai sosial memiliki fungsi umum dalam masyarakat. Di antaranya nilai-nilai dapat menyumbangkan seperangkat alat untuk mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah laku. Selain itu, nilai sosial juga berfungsi sebagai penentu terakhir bagi manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosial. Nilai sosial dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan harapan sesuai dengan peranannya. Contohnya ketika menghadapi konflik, biasanya keputusan akan diambil berdasarkan pertimbangan nilai sosial yang lebih tinggi. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat solidaritas di kalangan anggota kelompok masyarakat. Dengan nilai tertentu anggota kelompok akan merasa sebagai satu kesatuan. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat pengawas (kontrol) perilaku manusia dengan daya tekan dan daya mengikat tertentu agar orang berprilaku sesuai dengan nilai yang dianutnya.

Ciri-Ciri

Ciri nilai sosial di antaranya sebagai berikut.

  • Merupakan konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi antarwarga masyarakat.
  • Disebarkan diantara warga masyarakat (bukan bawaan lahir).
  • Terbentuk melalui sosialisasi (proses belajar)
  • Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia.
  • Bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain.
  • Dapat mempengaruhi pengembangan diri sosial
  • Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat.
  • Cenderung berkaitan satu sama lain.

Klasifikasi

Berdasarkan ciri-cirinya, nilai sosial dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu nilai dominan dan nilai mendarah daging (internalized value).

Nilai dominan

Nilai dominan adalah nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai lainnya. Ukuran dominan tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut.

  • Banyak orang yang menganut nilai tersebut. Contoh, sebagian besar anggota masyarakat menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di segala bidang, seperti politik, ekonomi, hukum, dan sosial.
  • Berapa lama nilai tersebut telah dianut oleh anggota masyarakat.
  • Tinggi rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai tersebut. Contoh, orang Indonesia pada umumnya berusaha pulang kampung (mudik) di hari-hari besar keagamaan, seperti Lebaran atau Natal.
  • Prestise atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan nilai tersebut. Contoh, memiliki mobil dengan merek terkenal dapat memberikan kebanggaan atau prestise tersendiri.

Nilai mendarah daging (internalized value)

Nilai mendarah daging adalah nilai yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang melakukannya kadang tidak melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi (bawah sadar). Biasanya nilai ini telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil. Umumnya bila nilai ini tidak dilakukan, ia akan merasa malu, bahkan merasa sangat bersalah. Contoh, seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan merasa sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab. Demikian pula, guu yang melihat siswanya gagal dalam ujian akan merasa gagal dalam mendidik anak tersebut.

Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang dalam masyarakat.

Pengertian Nilai Sosial Menurut para Ahli

Kimball Young

Mengemukakan nilai sosial adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang dianggap penting dalam masyarakat.

A.W.Green

Nilai sosial adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek.

Woods

Mengemukakan bahwa nilai sosial merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama serta mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari

M.Z.Lawang

Menyatakan nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan,yang pantas,berharga,dan dapat mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut.

Hendropuspito

yang dihargai masyarakat-masyarakat. Menyatakan nilai sosial adalah segala sesuatu yang dihargai masyarakat karena mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan kehidupan manusia(smaeli-pare.org)


Sumber: http://id.wikipedia.org

Rabu, 25 November 2009

Mencari Pahlawan Indonesia

Mungkin kita semua sudah tahu apa itu pahlawan, tanpa pahlawan mungkin Indonesia belum merdeka seperti sekarang ini. Melalui perjuangan merekalah, Tuhan membebaskan kita dari belenggu penjajah hingga menjadi negara yang merdeka, seperti yang sekarang kita rasakan ini. Tetapi, apakah kita membutuhkan pahlawan hanya pada saat negara kita terjajah. Tidak saat ini pun kita sangat membutuhkan mereka. Karena kita semua tahu bangsa kita saat ini sedang dilanda berbagai macam krisis. Dari krisis kesejahteraan, dimana ketimpangan antara si kaya dan si miskin terlihat jelas, lalu krisis moral, banyak sekali masyarakat yang telah kehilangan moralnya, juga krisis kepercayaan, kita menjadi sulit mempercayai orang lain dan yang terparah dari hilangnya krisis kepecayaan ialah hilangnya rasa kepercayaan rakyat terhadap pemimpin/pemerintah. Dan masih banyak lagi krisis-krisis lain yang melanda negeri ini.

Krisis adalah takdir semua bangsa. Ia tidak perlu disesali. Apalagi dikutuk. Kita hanya perlu meyakini sebuah kaidah, bahwa masalah kita bukan pada krisis itu. Tapi pada kelangkaan pahlawan saat krisis itu terjadi. Fakta itu jauh lebih berbahaya, sebab disini tersimpan isyarat kematian sebuah bangsa.

Pahlawan bukanlah orang suci dari langit yang diturunkan ke bumi untuk menyelesaikan persoalan manusia dengan mukjizat, secepat kilat untuk kemudian kembali ke langit. Pahlawan adalah orang biasa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, dalam sunyi yang panjang, sampai waktu mereka habis.

Mereka tidak harus dicatat dalam buku sejarah. Atau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Mereka juga melakukan dosa. Mereka bukan malaikat. Mereka hanya manusia biasa yang berusaha memaksimalkan seluruh kemampuannya untuk memberikan yang terbaik bagi orang-orang di sekelilingnya. Mereka merakit kerja-kerja kecil jadi sebuah gunung: karya kepahlawanan adalah tabungan jiwa dalam masa yang lama. Orang-orang biasa yang melakukan kerja-kerja besar itulah yang kita butuhkan di saat krisis. Bukan orang-orang yang tampak besar tapi hanya melakukan kerja-kerja kecil lalu menulisnya dalam autobiografinya.

Bangsa Amerika pernah mengalami depresi ekonomi terbesar dalam sejarah dari tahun 1929 hingga 1937. selang lima tahun setelah itu, tepatnya tahun 1942, mereka memasuki Perang Dunia Kedua, dan mereka menang. Selama masa itu, mereka dipimpin oleh seorang pemimpin yang lumpuh, dan satu-satunya presiden yang pernah terpilih sebanyak empat kali, FD. Rosevelt. Tapi krisis itu telah membesarkan bangsa Amerika; selama masa depresi mereka menemukan teori-teori makroekonomi yang sekarang kita pelajari di bangku kuliah dan menjadi pegangan perekonomian dunia. Mereka juga memenangkan PD II dan berkuasa penuh dimuka bumi hingga saat ini.

Itulah yang terjadi ketika krisis dikelola oleh tangan-tangan dingin para pahlawan; mereka mengubah tantangan menjadi peluang, kelemahan menjadi kekuatan, kecemasan menjadi harapan, ketakutan menjadi keberanian, dan krisis menjadi berkah.
Lorong kecil yang menyalurkan udara pada ruang kehidupan sebuah bangsa yang tertutup oleh krisis adalah harapan. Inilah inti kehidupan ketika tidak ada lagi kehidupan. Inilah benteng pertahanan terakhir bangsa itu. Tapi benteng itu dibangun dan diciptakan oleh para pahlawan. Mungkin mereka tidak membawa janji pasti tentang jalan keluar yang instan dan menyelesaikan masalah. Tapi mereka membangun inti kehidupan; mereka membangun dara hidup dan kekuatan yang tertidur disana, di atas alas ketakutan dan ketidakberdayaan. Itulah yang dilakukan Rosevelt. Bangsa yang sedang mengalami krisis, kata Rosevelt, hanya membutuhkan satu hal; motivasi. Sebab bangsa itu sendiri, pada dasarnya, mengetahui jalan keluar yang mereka cari.
Sebuah kehidupan yang terhormat dan berwibawa yang dilandasi keadilan dan dipenuhi kemakmuran masih mungkin dibangun di negeri ini. Untaian Zamrud Khatulistiwa ini masih mungkit dirajut menjadi kalung sejarah yang indah. Tidak peduli seberapa berat krisis yang melanda kita saat ini. Tidak peduli seberapa banyak kekuatan asing yang menginginkan kehancuran bangsa ini.

Masih mungkin. Dengan satu kata: para pahlawan. Tapi jangan menanti kedatangannya atau menggodanya untuk hadir ke sini. Sekali lagi, jangan pernah menunggu kedatangannya, seperti orang-orang lugu yang tertindas itu; mereka menunggu datangnya Ratu Adil yang tidak pernah datang.

Mereka tidak akan pernah datang. Mereka bahkan sudah ada disini. Mereka lahir dan besar di negeri ini. Mereka adalah aku, kau dan kita semua. Mereka bukan orang lain.
Mereka hanya belum memulai. Mereka hanya perlu berjanji untuk merebut takdir kepahlawanan mereka; dan dunia akan menyaksikan gugusan pulau-pulau ini menjelma menjadi untaian kalung zamrud kembali yang menghiasi leher sejarah.

Selasa, 10 November 2009

Etika Menulis di Internet

Belakangan ini banyak masyarakat yang menjadikan media internet untuk menyalurkan aspirasi, kritik, serta yang belakangan ini marak dukungan terhadap pihak tertentu yang dinilai terzhalimi oleh pihak lain. Tetapi walaupun sebagai media yang bebas, tetap saja ada batasan-batasan untuk kita menulis pada media internet. Batasan-batasan itu pun diatur dalam Undang-undang. Selain itu juga terdapat etika yang mengharuskan kita menjaga tulisan kita agar tidak melanggar batasan-batasan yang dilarang.

Dalam artikel ini penulis mencoba mengutip beberapa etika dari beberapa blog yang penulis baca, yaitu sebagai berikut:
  1. Tidak mengandung SARA dan hal-hal pornografi.
  2. Tidak merugikan pihak lain.
  3. Sopan dalam penulisan.
  4. Tidak membajak karya orang lain.
  5. Tata bahasa harus benar.
Lima hal diatas menjadi poin krusial dalam menulis dalam internet. Karena jika salah satu dari lima hal tersebut dilanggar, kemungkinan akan ada pihak-pihak tertentu yang akan merasa dirugikan, atau bahkan dampak terburuk bisa menimbulkan konflik antar suku atau umat beragama. Karena itu sebelum kita menulis di dunia maya hendaknya kita meningkatkan kehati-hatian. Pikirkan tujuan yang hendak dicapai dari tulisan tersebut dan siap menanggung resiko dari apa yang ditulis.

Kita memang mempunyai kebebasan dalam mengemukakan pendapat, tetapi kebebasan berpendapat itu juga ada batasannya yaitu hak orang lain. Selama pendapat yang ditulis dan dipublikasikan pada dunia maya tersebut tidak merugikan orang lain dan bermanfaat, kita tidak perlu takut untuk menulis. Untuk itu sebelum menulis hendak mengerti tentang etika menulis, seperti menggunakan inisial untuk menunjuk ke seseorang jika bermaksud mengambil pengalaman tentang suatu kasus. Intinya yang harus dikritik di media adalah tindakan yang salah dan bagaimana solusinya supaya hal itu tidak terjadi lagi.

Ditulis oleh:
Bayu Bimantoro

Rabu, 21 Oktober 2009

Tugas Pemrograman Berorientasi Object

Superclass Burung mempunyai 2 subclass yaitu Elang Jawa dan Pinguin. Burung mempunyai : habitat, gerak, makan.

Subclass Elang inherit superclass Burung, dengan attribut ciri dan info.

Subclass Pinguin inherit superclass Burung, dengan attribut tingkahlaku dan kemampuan.

Terdapat 3 class yaitu Burung, Elang dan pinguin.

Burung.class

/**
* @(#)Burung.java
*
*
* @author
* @version 1.00 2009/10/21
*/


public class Burung {

private String habitat;
private String gerak;
private String makan;

public Burung () {
System.out.println("Burung mempunyai subkelas yaitu Elang Jawa dan Pinguin");

}

public void setHabitat (String habitat) {
this.habitat = habitat;
}

public void setGerak (String gerak) {
this.gerak = gerak;
}

public void setMakan (String makan) {
this.makan = makan;
}

public String getHabitat() {
return habitat;
}

public String getGerak() {
return gerak;
}

public String getMakan() {
return makan;
}

}


Elang.class

/**
* @(#)Elang.java
*
*
* @author
* @version 1.00 2009/10/21
*/


public class Elang extends Burung {

private String info;
private String ciri;

public void setInfo (String info) {
this.info = info;
}

public void setCiri (String ciri) {
this.ciri = ciri;
}

public String getInfo() {
return info;
}

public String getCiri() {
return ciri;
}

public static void main (String[] args) {

Elang elg = new Elang();

elg.setHabitat("Habitat Elang Jawa hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan.");
elg.setGerak("Elang Jawa seperti kebanyakan burung lainnya bisa terbang, bahkan kecepatan terbang Elang Jawa merupakan salah satu yang tercepat.");
elg.setMakan("Elang Jawa termasuk karnivora. Elang Jawa biasa berburu pelbagai jenis reptil, burung-burung sejenis walik, punai, dan bahkan ayam kampung.");
elg.setCiri("Elang Jawa bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-70 cm.");
elg.setInfo("Populasi Elang Jawa diperkirakan hanya berkisar antara 600-1.000 ekor.");

System.out.println(elg.getHabitat());
System.out.println(elg.getGerak());
System.out.println(elg.getMakan());
System.out.println(elg.getCiri());
System.out.println(elg.getInfo());

}

}


Pinguin.class

/**
* @(#)Pinguin.java
*
*
* @author
* @version 1.00 2009/10/21
*/


public class Pinguin extends Burung {

private String tingkahlaku;
private String kemampuan;

public void setTingkahlaku (String tingkahlaku) {
this.tingkahlaku = tingkahlaku;
}

public void setKemampuan (String kemampuan) {
this.kemampuan = kemampuan;
}

public String getTingkahlaku() {
return tingkahlaku;
}

public String getKemampuan(){
return kemampuan;
}

public static void main (String[] args) {

Pinguin pgn = new Pinguin();

pgn.setHabitat("Habitat Pinguin di daerah dingin dan di daerah tropis.");
pgn.setGerak("Pinguin tidak seperti kebanyakan burung lainnya yang bisa terbang, pinguin bergerak dengan berjalan.");
pgn.setMakan("Punguin termasuk karnivora. Pinguin biasa memakan krill (sejenis kerang), ikan, cumi-cumi dan hewan air lainnya.");
pgn.setTingkahlaku("Pinguin biasa hidup berkelompok.");
pgn.setKemampuan("Pinguin mampu berenang dengan kecepatan 6 hingga 12 km/jam bahkan pernah tercatat hingga 27km/jam.");

System.out.println(pgn.getHabitat());
System.out.println(pgn.getGerak());
System.out.println(pgn.getMakan());
System.out.println(pgn.getTingkahlaku());
System.out.println(pgn.getKemampuan());

}
}