1. Kecerdasan Intelektual (IQ)
Kecerdasan ini ditemukan pada sekitar tahun 1912 oleh William Stern. Digunakan sebagai pengukur kualitas seseorang pada masanya saat itu, dan ternyata masih juga di
Kecerdasan ini terletak di otak bagian Cortex (kulit otak). Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan yang memberikan kita kemampuan untuk berhitung, bernalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi. Atau lebih tepatnya diungkapkan oleh para pakar psikologis dengan “What I Think“.
2. Kecerdasan Emosional (EQ)
Mulai menjadi trend pada akhir abda 20. Kecerdasan ini di otak berada pada otak belakang manusia. Kecerdasan ini memang tidak mempunya ukuran pasti seperti IQ, namun kita bisa merasakan kualitas keberadaannya dalam diri seseorang. Oleh karena itu EQ lebih tepat diukur dengan feeling.
Kecerdasan emosional digambarkan sebagai kemampuan untuk memahami suatu kondisi perasaan seseorang, bisa terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Banyak orang yang salah memposisikan kecerdasan Emosional ini di bawah kecerdasan intelektual. Tetapi, penelitian mengatakan bahwa kecerdasan ini lebih menentukan kesuksesan seseorang dibandingkan dengan kecerdasan sosial. Kecerdasan ini lebih tepat diungkapkan dengan “What I feel”
3. Kecerdasan Spiritual (SQ)
Pertama kali digagas oleh Danar Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari
Kecerdasan ini terletak dalam suatu titik yang disebut dengan God Spot. Mulai populer pada awal abad 21. Melalui kepopulerannya yang diangkat oleh Danar Zohar dalam bukunya Spiritual Capital dan berbagai tulisan seperti The Binding Problem karya Wolf Singer.
Kecerdasan inilah yang menurut para pakar sebagai penentu kesuksesan seseorang. Kecerdasan ini menjawab berbagai macam pertanyaan dasar dalam diri manusia. Kecerdasan ini menjawab dan mengungkapkan tentang jati diri seseorang, “Who I am“. Siapa saya? Untuk apa saya diciptakan?
Bagaimana Kecerdasan Intelektual (IQ) Saja Tanpa Kecerdasan Emosional (EQ)?
Sahabatku, banyak di dunia ini hanya diukur dari kecerdasan IQ saja. Padahal menurut penelitian para pakar, kecerdasan IQ hanya menyumbang 5% (maksimal 10%) dalam kesuksesan seseorang. Mulai dari kita belajar di Sekolah Dasar dari sistem NEM sampai kuliah dengan sistem IPK. Bahkan tidak jarang banyak perusahaan yang merekrut seseorang berdasarkan dari test IQ saja.
Seperti apa IQ tanpa EQ? Coba kita pahami melalui kisah berikut
Eki memang tidak terlalu pintar dalam mata kuliah statistik. Entah kenapa pelajaran ini terasa berat dan susah ‘nyantol’ di otaknya. Di semester kemaren dia mendapatkan nilai D untuk pelajaran ini. Namun Eki tidak putus asa, semester berikutnya dia mencoba lagi. Berbagai ramuan penahan rasa kantuk dia minum hampir setiap malamnya hanya untuk menjadi teman penahan agar tetap melek dan konsen dalam belajar. Akhirnya masa akhir semester pun tiba, dan kini dia mendapatkan nilai B. Betapa senangnya Eki ketika itu, rasanya ingin dia memberikan bingkai figura daftar nilai B tersebut dan memasangnya di kamar untuk jadi kenangan sampai akhir hidup.
Di saat kesenangannya itu dia bercerita kepada Iko salah satu seorang temannya. “Ko akhirnya statistik ku dapet nilai B“, ujar Eki dengan hebohnya bagai mendapatkan durian runtuh.
“Ah baru dapat nilai B saja udah seneng, aku yang dapet A aja biasa-biasa aja“, sahut Iko. Iko memang terkenal pintar di kelasnya. Tak pernah luput darinya rangking 3 besar semenjak SD.
Eki yang saat itu sedang berbinar-binar tiba-tiba langsung menciut hatinya ketika mendegar komentar dari Iko. Bagaikan kompor yang sedang menyulut tinggi tiba-tiba padam karena tersiram air.
Coba kita lihat bagaimana sikap yang ditunjukkan oleh Iko. Memang dia pintar, tetapi tidak mampu memahami perasaan yang dialami oleh Eko. Banyak orang di dunia ini yang pintar namun tidak mampu berkomunikasi secara perasaan kepada orang lain. Bagaikan paku yang pernah dihujam ke sebatang kayu, walaupun bisa dicopot kembali namun lubang itu akan masih tetap ada.
Sekarang kita lihat bagaimana EQ bekerja terhadap situasi seperti ini
“Hi, kenapa kamu terlihat sedih hari ini Ki?” sapa Intan begitu masuk ke kelas.
“Yah, aku cuman dapet nilai B dalam statistik” ujar Eki dengan nada lesu karena habis terciutkan oleh perkataan si Iko.
“Wow hebat donk, kamu ngulang lagi
“Iya, tapi si Iko dapet A dan begitu aku cerita kepadanya….“
“Yaah… kamu tau sendiri
Dan senyuman Eki mulai terlihat di bibirnya.
Begitulah EQ itu bekerja dan mampu memberikan kesuksesan dalam diri kita. EQ dan komunikasinya yang baik mampu memberikan apresiasi ke dalam diri sendiri dan orang lain seperti yang dilakukan Intan. Walau Intan sebenarnya juga tidak kalah pintarnya dalam pelajaran dibandingkan Iko, namun dia juga pintar memahami perasaan orang lain. EQ membantu kita menjadi seseorang yang sukses dalam bersosial dan berkehidupan.
Bagaimana Kecerdasan Intelektual (IQ) dan Kecerdasan Emosional (EQ) Tanpa Kecerdasan Spiritual (SQ)?
Kita sudah paham apa itu IQ dan EQ serta bagaimana keduanya apabila bekerja bersinergi. Namun apabila kedua kecerdasan tersebut tidak disinergikan dengan SQ maka akan berakibat fatal. SQ sendiri bukanlah untuk menjadi “ahli pertapa”, duduk termenung dan diam menikmati indahnya spiritualitas.
Seperti apa punya IQ dan EQ tanpa SQ?
Banyak orang cakap dan pintar di dunia ini, salah satunya adalah Hittler. Kita semua mengenal Hittler sebagai pemimpin yang handal. Mampu mempengaruhi sebagian belahan dunia untuk berada di dalam kekuasaannya. Perlu diketahui pula, hittler termasuk salah seorang pempimpin yang hebat dalam hal IQ dan EQ. Buktinya dia mampu dielu-elukan oleh para pengikutnya. Bahkan ada sebuah statemen yang berasal dari dia, “Seribu kebohongan akan menjadi satu kebenaran“.
Namun dibalik kejayaannya, dia mempunyai niatan yang buruk. Tujuan yang tidak mulia. Itulah gambaran cakap IQ dan EQ namun tanpa SQ, tidak menyadari makna/value dalam diri serta siapa dirinya dan untuk apa dirinya diciptakan.
Contoh lain adalah, Yakuza. Kita mengenal berbagai bentuk sindikat di dunia. Kalau di Itali ada namanya mafia, di Jepang dikenal dengan Yakuza. Sebuah sindikasi Yakuza terdiri dari orang-orang yang hebat dan solid. Mereka memiliki kemampuan berbisnis dan berorganisasi dengan cakap. Kultur mereka mempunyai semangat juang yang tinggi, loyalitas yang hebat, serta solidaritas yang kuat. Namun jeleknya tujuan mereka (pemaknaan/value) bukan pada tujuan yang mulia. Bahkan apabila mereka melakukan kesalahan yang mengakibatkan membahayakan temannya, mereka harus memotong jari mereka.
Bagaimana di Indonesia? Tentu saja di
Bahkan menurut sebuah penelitian, kunci terbesar seseorang adalah dalam EQ yang dijiwai dengan SQ. Banyak seseorang yang diPHK dari pekerjaannya bukan karena mereka tidak pintar, bukan karena mereka tidak pintar mengoperasikan sesuatu, bahkan bukan karena ketidak mampuannya berkomunikasi. Tetapi karena tidak memiliki integritas. Tidak jujur dan tidak bertanggung jawab.
Inilah gambaran bagaimana SQ masih belum bekerja di banyak sistem di bumi ini.
IQ digambarkan sebagai “What I think?“, EQ “What I Feel”, dan SQ adalah kemampuan menjawab “Who I am“. Siapa saya? Dan untuk apa saya diciptakan. Tuhan Maha Adil, sebenarnya kita memiliki semua kecerdasan ini tetapi tidak pernah kita asah bahkan kita munculkan. Untuk menjadi seorang pribadi yang sukses kita harus mampu menggabungkan dan mensinergikan IQ, EQ, dan SQ. Ilmu tanpa hati adalah buta, sedangkan ilmu tanpa hati dan jiwa adalah hampa. Ilmu, hati, dan jiwa yang bersinergi itulah yang memberikan makna.
SHAH RUKH KHAN - SURAJ HUA MADDHAM
14 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar